“Aku minta maaf juga, Harry.” bisiknya pada ruangan sunyi. “Aku minta maaf juga.”
Lima belas menit menuju jam makan siang.
Tidak ada yang berbicara pada Harry. Beberapa dari Ravenclaw memberinya pandangan marah, yang lain simpati, beberapa dari murid yang termuda bahkan memiliki pandangan kekaguman, namun tidak ada yang berbicara padanya. Bahkan Hermione tidak mencoba untuk mendekati.
Fred dan George dengan berhati-hati mendekat. Mereka tidak mengatakan apa pun. Tawarannya sudah jelas, dan juga pilihan bebasnya. Harry sudah berkata pada mereka bahwa dia akan ke sana ketika makanan penutup dimulai, tidak lebih awal. Mereka mengangguk dan dengan cepat berjalan pergi.
Mungkin pandangan yang sepenuhnya tanpa ekspresi di wajah Harry yang membuat hal itu.
Yang lain mungkin mengira dia sedang mengendalikan amarah, atau kekecewaan. Mereka tahu, karena mereka melihat Flitwick datang dan memberitahunya, bahwa dia sudah dipanggil ke kantor Kepala Sekolah.
Harry berusaha untuk tidak tersenyum, karena jika dia tersenyum, dia akan mulai tertawa, dan jika dia mulai tertawa, dia tidak akan berhenti sampai para orang baik dengan jaket putih datang untuk mengangkutnya pergi.
Ini keterlaluan. Ini benar keterlaluan. Harry nyaris pergi ke Sisi Gelap, sisi gelapnya sudah melakukan hal-hal yang terlihat dalam retrospeksi gila, sisi gelapnya sudah memenangkan kemenangan mustahil yang mungkin memang benar-benar nyata dan mungkin memang karena kehendak murni dari Kepala Sekolah gila, sisi gelapnya sudah melindungi teman-temannya. Dia tidak bisa mengendalikannya lagi. Dia perlu Fawkes untuk bernyanyi untuknya lagi. Dia perlu menggunakan Time-Turner untuk keluar dan menikmati waktu sepi untuk memulihkan diri tapi itu bukanlah suatu pilihan lagi dan kehilangan itu bagaikan satu lubang dalam eksistensinya namun dia tak bisa berpikir tentang itu karena kemudian dia mungkin mulai tertawa.
Dua puluh menit. Seluruh murid yang akan makan siang sudah tiba, nyaris tidak ada yang pergi.
Ketukan sendok berkumandang di Aula Besar.
“Kalau aku bisa meminta perhatian kalian tolong,” kata Dumbledore. “Harry Potter mempunyai sesuatu yang dia ingin bagi dengan kita.”
Harry mengambil napas dalam-dalam dan berdiri. Dia berjalan ke arah Meja Utama, dengan tiap mata menatapnya.
Harry berbalik dan melihat ke arah empat meja.
Itu jadi makin sukar dan semakin sukar untuk tak tersenyum, namun Harry menjaga wajahnya tetap tanpa ekspresi saat dia mengucapkan pidato singkat dan yang sudah dihapalkannya.
“Kebenaran itu sakral,” kata Harry tanpa nada. “Salah satu dari kepunyaanku yang paling berharga adalah suatu kancing yang bertuliskan ‘Katakan kebenarannya, bahkan biarpun suaramu bergetar’. Ini, kalau begitu, adalah kebenarannya. Ingat itu. Aku tidak mengatakannya karena aku dipaksa untuk mengatakannya, aku mengatakan ini karena ini benar. Apa yang aku lakukan di kelas Profesor Snape adalah konyol, bodoh, kekanak- kanakkan, dan adalah pelanggaran yang tak bisa dibenarkan atas aturan Hogwarts. Aku mengganggu ruang kelas dan merampas dari para kawanku sesama murid waktu belajar yang tak tergantikan. Semua karena aku gagal mengendalikan kemarahanku. Aku harap bahwa tidak satu pun dari kalian yang akan mengikuti contohku. Aku jelas bermaksud untuk tak pernah mengulanginya lagi.”
Kebanyakan dari para murid yang memandang Harry sekarang memiliki pandangan khidmat, tak bahagia di wajah mereka, semacam yang orang akan lihat di dalam upacara memperingati kehilangan atas gugurnya seorang pembela. Di bagian lebih muda dari meja Gryffindor pandangan itu hampir umum.
Sampai Harry mengangkat tangannya.
Dia tidak mengangkatnya tinggi. Itu mungkin akan terlihat seperti sudah tertata. Dia jelas tidak mengangkatnya ke arah Severus. Harry hanya mengangkat tangannya ke tingkat dada, dan dengan lembut menjentikkan jarinya, suatu gerakan yang lebih terlihat daripada terdengar. Adalah mungkin bahwa kebanyakan dari Meja Utama tidak akan melihatnya sama sekali.
Gerakan seakan-akan atas pembangkangan ini memenangkan senyuman seketika dari para murid lebih muda dan Gryffindors, dan seringai superior dingin dari Slytherin, dan kerutan dahi dan pandangan khawatir dari yang lainnya.
Harry menjaga wajahnya tetap tanpa ekspresi. “Terima kasih,” katanya. “Itulah semuanya.”
“Terima kasih, Tn. Potter,” kata sang Kepala Sekolah. “Dan sekarang Profesor Snape mempunyai sesuatu untuk dibagi dengan kita juga.”
Severus dengan halus berdiri dari tempatnya di Meja Utama. “Sudah dibawa ke dalam perhatianku,” katanya, “bahwa tindakanku memainkan suatu peran dalam memicu kemarahan tak bisa dibenarkan yang diakui oleh Tn. Potter, dan dalam diskusi yang menyusulnya aku menyadari bahwa aku sudah melupakan betapa mudah terlukanya perasaan dari para muda dan belum dewasaтАУ”
Ada suara dari banyak orang yang mengeluarkan sedakan teredam di saat bersamaan.
Severus melanjutkan seolah dia tidak mendengarnya. “Ruang kelas Ramuan adalah tempat yang berbahaya, dan aku masih merasa bahwa disiplin ketat masih diperlukan, namun mulai sekarang aku akan lebih mewaspadai тАж kerapuhan emosional тАж dari para murid di tahun keempat dan lebih muda. Pemotonganku atas poin Ravenclaw masih berlaku, tapi aku akan menarik kembali detensi Tn. Potter. Terima Kasih.”
Ada satu tepuk tangan dari arah Gryffindor dan lebih cepat dari kilat tongkat sihir Severus sudah berada di tangannya dan “Quietus!” membungkam si pelaku.
“Aku masih meminta kedisiplinan dan rasa hormat di semua kelasku,” kata Severus dingin, “dan siapapun yang meremehkan akan menyesalinya.”
Dia duduk.
“Terima kasih juga!” Kepala Sekolah Dumbledore berkata dengan riang. “Lanjutkan!”
Dan Harry, masih tanpa ekspresi, mulai berjalan kembali ke tempat duduknya di Ravenclaw.