“Kalah,” kata Profesor Quirrell.
“Aku, kalah,” Harry memaksakan keluar.
“Aku menyukainya,” kata Derrick dari atasnya. “Kalah lebih banyak lagi.”
Tangan-tangan mendorong Harry, membuatnya tersandung di dalam lingkaran para Slytherin yang lebih tua menuju satu set tangan-tangan lain yang mendorongnya lagi. Harry sudah terlalu jauh melewati titik berusaha untuk tak menangis, dan sekarang hanya berusaha untuk tak terjatuh.
“Kamu itu apa, Potter?” kata Derrick.
“A, p-pecundang, aku kalah, aku menyerah, kau menang, kau l-lebih baik, dari aku, tolong hentikanтАУ”
Harry tersandung satu kaki dan langsung terjatuh ke tanah, tangan tak cukup mampu menangkap dirinya sendiri. Dia merasa pusing untuk sesaat, kemudian mulai berjuang berdiri lagiтАУ
“Cukup!” kata suara Profesor Quirrell, terdengar cukup tajam untuk memotong besi. “Menjauh dari Tn. Potter!”
Harry melihat ekspresi terkejut di wajah mereka. Dingin di dalam darahnya, yang dari tadi sudah mengalir dan menyurut, tersenyum dalam kepuasan dingin.
Kemudian Harry terjatuh di matras.
Profesor Quirrell berbicara. Ada suara tercekat dari para Slytherin lebih tua.
“Dan aku percaya keturunan Malfoy memiliki sesuatu yang dia ingin jelaskan pada kalian juga,” Profesor Quirrell menyelesaikan.
Suara Draco mulai berbicara. Suaranya terdengar hampir setajam milik profesor Quirrell, itu sudah memperoleh irama seperti yang Draco tadi pakai untuk meniru ayahnya, dan itu mengatakan hal-hal seperti bisa membuat Asrama Slytherin dalam bahaya dan siapa yang tahu berapa banyak sekutu di dalam sekolah ini saja dan ketidakadaan total kesadaran, jangankan kelicikan dan kepremanan tumpul, tak berguna untuk apa pun kecuali pesuruh dan sesuatu di otak belakang Harry, tak mempedulikan semua yang dia ketahui, sudah menunjuk Draco sebagai seorang sekutu.
Harry merasa nyeri di seluruh bagian, mungkin memar, tubuhnya terasa dingin, otaknya benar-benar lelah. Dia mencoba memikirkan lagu Fawkes, namun tanpa ada sang phoenix dia tak bisa mengingat melodinya dan ketika dia berusaha membayangkannya dia sepertinya tak bisa memikirkan apa pun selain seekor burung berkicau.
Kemudian Draco berhenti berbicara dan Profesor Quirrell berkata pada para Slytherin lebih tua kalau mereka boleh pergi, dan Harry membuka matanya dan berjuang untuk duduk, “Tunggu,” kata Harry, memaksakan kata- kata keluar, “ada sesuatu, aku ingin, katakan, pada merekaтАУ”
“Tunggu Tn. Potter,” kata Profesor Quirrell dengan dingin pada para Slytherin yang beranjak pergi.
Harry berdiri goyah. Dia berhati-hati untuk tak melihat ke arah teman-teman sekelasnya. Dia tak ingin melihat bagaimana mereka melihatnya sekarang. Dia tak ingin mellihat belas kasihan mereka.
Jadi sebagai gantinya Harry melihat ke arah para Slytherin lebih tua, yang masih terlihat berada di dalam keadaan terkejut. Mereka memandang balik padanya. Ketakutan ada di wajah mereka.
Sisi gelapnya, ketika masih memiliki kendali, terus memegang imajinasi dari saat ini dan terus berpura-pura kalah.
Kata Harry, “Tak ada yangтАУ”
“Stop,” kata Profesor Quirrell. “Kalau itu adalah apa yang kupikirkan, tolong tunggu setelah mereka pergi. Mereka akan mendengar tentangnya nanti. Kita semua memiliki pelajaran untuk dipelajari, Tn. Potter.”
“Baiklah,” kata Harry.
“Kalian. Pergi.”
Para Slytherin lebih tua lari dan pintu tertutup di belakang mereka.
“Tak ada yang boleh membalas dendam pada mereka,” kata Harry serak. “Itu adalah permintaan pada siapapun yang menganggap diri mereka sebagai temanku. Aku punya pelajaran untuk dipelajari, mereka membantuku mempelajarinya, mereka juga punya pelajaran untuk dipelajari, semuanya selesai. Kalau kalian menceritakan kisah ini, pastikan kalian menceritakan bagian itu juga.”
Harry berbalik untuk melihat Profesor Quirrell.
“Kau kalah,” kata Profesor Quirrell, suaranya lembut untuk pertama kalinya. Itu terdengar aneh terdengar dari sang profesor, seolah suaranya tidak seharusnya bahkan mampu melakukan itu.
Harry sudah kalah. Ada beberapa saat ketika amarah dingin memudar seluruhnya, digantikan ketakutan, dan selama waktu-waktu itu dia memohon pada para Slytherin lebih tua dan dia bersungguh-sungguh тАж .
“Dan apakah kau masih hidup?” kata Profesor Quirrell, masih dengan kelembutan aneh itu.
Harry berhasil mengangguk.
“Tak semua kekalahan itu seperti ini,” kata Profesor Quirrell. “Ada kompromi dan penyerahan ternegosiasi. Ada cara-cara lain untuk meredakan penindasan. Ada seluruh bentuk seni untuk memanipulasi orang lain dengan membiarkan mereka menjadi dominan atasmu. Tapi pertama, kalah haruslah bisa dipikirkan. Akankah kau mengingat bagaimana kau kalah?”
“Ya.”
“Akankan kau mampu untuk kalah?”
“Aku тАж pikir begitu тАж .”
“Aku pikir juga begitu.” Profesor Quirrell menunduk sebegitu rendah rambut tipisnya hampir menyentuh lantai.