“Para Muggle bodoh itu akan membunuh kita semua suatu hari!” Suara Profesor Quirrell bertambah keras. “Mereka akan mengakhirinya! Mengakhiri semuanya!”
Harry merasa sedikit bingung di sini. “Apa sih yang kita bicarakan di sini, senjata nuklir?”
“Ya, senjata nuklir!” Profesor Quirrell nyaris berteriak sekarang. “Bahkan Dia Yang Namanya Tak Boleh Disebut tak pernah memakai yang semacam itu, mungkin karena dia tak mau berkuasa atas seonggok abu! Mereka harusnya tak pernah ada! Dan itu hanya akan makin bertambah buruk seiring waktu!” Profesor Quirrell sekarang berdiri tegap bukannya bersandar pada kursinya. “Ada gerbang yang tak boleh kau buka, ada segel yang tak boleh kamu langgar! Para bodoh yang tak bisa menahan untuk ikut campur akan terbunuh oleh bahaya-bahaya lebih kecil di awal, dan mereka yang bertahan semua tahu bahwa ada rahasia-rahasia yang kau tak bagi dengan siapapun yang tak memiliki kecerdasan dan kedisiplinan untuk menemukannya sendiri! Tiap penyihir kuat tahu itu! Bahkan Penyihir Kegelapan terburuk pun tahu itu! Dan para Muggle idiot sepertinya tak bisa menyadari hal itu! Para bodoh kecil bersemangat yang menemukan rahasia senjata nuklir tak menjaganya untuk dirinya sendiri, mereka memberitahu politisi bodoh mereka dan sekarang kita harus terus hidup di bawah ancaman kehancuran!”
Ini adalah cara melihat sesuatu yang cukup berbeda dari pandangan yang dimiliki Harry sewaktu dibesarkan. Tak pernah terlintas padanya kalau para fisikawan nuklir harusnya membentuk suatu konspirasi diam untuk menjaga rahasia dari senjata nuklir dari siapapun yang tak cukup pintar untuk menjadi fisikawan nuklir. Pikiran itu memang menarik, jika bukan yang lain. Apakah mereka akan memiliki sandi rahasia? Apakah mereka akan memiliki topeng?
(Sebenarnya, sejauh yang Harry tahu, memang ada beragam rahasia yang luar biasa merusak yang para fisikawan simpan untuk diri mereka sendiri, dan rahasia senjata nukllir adalah satu-satunya yang lolos ke alam liar. Dunia akan tetap terlihat sama baginya entah bagaimanapun juga.)
“Aku harus memikirkan tentang hal itu,” kata Harry pada Profesor Quirrell. “Itu adalah gagasan baru untukku. Dan salah satu dari rahasia tersembunyi sains, diturunkan dari beberapa guru langka pada murid-murid lulusan mereka, adalah bagaimana menghindari menyiram gagasan-gagasan baru ke dalam toilet begitu kau mendengar satu yang tak kau suka.”
Profesor Quirrell berkedip lagi.
“Apakah ada jenis sains apa pun yang kau memang dukung?” kata Harry. “Bidang medis, mungkin?”
“Perjalanan luar angkasa,” kata Profesor Quirrell. “Tapi para Muggle sepertinya menyeret kaki mereka pada satu proyek yang mungkin akan bisa membuat para kaum penyihir melarikan diri dari planet ini sebelum mereka meledakkannya.”
Harry mengangguk. “Aku juga seorang penggemar berat program luar angkasa. Paling tidak kita memiliki kesamaan di sana.”
Profesor Quirrell melihat ke arah Harry. Sesuatu berkelebat di mata sang profesor. “Aku akan memegang kata-katamu, janjimu, dan sumpahmu untuk tak pernah mengatakan hal-hal yang akan terjadi.”
“Kau bisa memegangnya,” kata Harry dengan cepat.
“Perhatikan untuk tetap menjaga sumpahmu atau kau tak akan menyukai hasilnya,” kata Profesor Quirrell. “Aku sekarang akan melemparkan satu mantra langka dan kuat, bukan padamu, tapi pada ruang kelas di sekeliling kita. Tetap diam, supaya kamu tak menyentuh batas-batas mantranya setelah mantra itu dilemparkan. Kau tak boleh berinteraksi dengan sihir yang aku pertahankan. Hanya lihat. Kalau tidak aku akan mengakhiri mantranya.” Profesor Quirrell berhenti. “Dan coba untuk tak terjatuh.”
Harry mengangguk, kebingungan dan penasaran.
Profesor Quirrell mengangkat tongkat sihirnya dan mengatakan sesuatu yang telinga dan pikiran Harry tak bisa pahami sama sekali, kata-kata yang melewati kesadaran dan menghilang ke dalam kehampaan.
Marmer dalam radius pendek di sekeliling kaki Harry tetap konstan. Semua marmer lain di lantai menghilang, dinding dan langit-langit menghilang.
Harry berdiri di suatu lingkaran kecil marmer putih di tengah-tengah suatu medan bintang tak terhingga, membara teramat terang dan tak tergoyahkan. Tak ada Bumi, Bulan, Matahari yang Harry kenali. Profesor Quirrell berdiri di tempat yang sama seperti sebelumnya, melayang di tengah-tengah medan bintang. Bima Sakti sudah terlihat sebagai satu sapuan besar cahaya dan itu bertambah terang saat penglihatan Harry menyesuaikan pada kegelapan.
Penglihatan itu merenggut jantung Harry lebih dari apa pun yang pernah dia lihat.
“Apakah kita тАж di luar angkasa тАж ?”
“Tidak,” kata Profesor Quirrell. Suaranya sedih, dan khidmat. “Tapi ini adalah gambar nyata.”
Air mata datang ke mata Harry. Dia menghapusnya dengan panik, dia tak akan melewatkan ini untuk suatu air bodoh memburamkan pandangannya.
Bintang-bintang tak lagi perhiasan kecil disematkan di kubah beludru raksasa, seolah mereka adalah langit malam di Bumi. Di sini tak ada langit di atas, tak ada bola pelingkup. Hanya titik cahaya sempurna ditemani kehitaman sempurna, suatu kekosongan tak terhingga dan hampa dengan lubang-lubang kecil tak terhitung yang melaluinya bersinarlah kecemerlangan dari suatu dunia tak terbayangkan melewati semua.
Di luar angkasa, bintang-bintang terlihat teramat, teramat, teramat jauh.
Harry terus mengusap matanya, berulang kali.
“Terkadang,” kata Profesor Quirrell dalam suara sebegitu sunyi seakan dia tak di sana, “ketika dunia tak sempurna ini terlihat penuh kebencian, aku ingin tahu apakah mungkin ada suatu tempat lain, jauh, di mana aku harusnya berada. Aku sepertinya tak bisa membayangkan tempat macam apa itu, dan kalau aku tak bisa membayangkannya maka bagaimana mungkin tempat itu bisa ada? Dan tetap alam semesta itu sangat, sangat luas, dan mungkin tempat itu ada? Namun bintang-bintang itu teramat, sangat jauh. Akan membutuhkan waktu sangat lama untuk sampai ke sana, bahkan kalaupun aku tahu caranya. Dan aku ingin tahu apa yang akan kuimpikan, kalau aku tertidur untuk waktu yang sangat lama тАж .”
Walau terasa seperti suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang sakral, Harry berhasil berbisik. “Biarkan aku tetap di sini untuk sesaat.”
Profesor Quirrell mengangguk, di tempat dia berdiri tak bersandar di antara bintang-bintang.